Aktual.co.id – Direktur Gempabumi dan Tsunami BMKG Daryono menjelaskan terkait gempa yang terjadi pada hari Kamis 25 September 2025 pukul 16.04 WIB di wilayah Jawa Timur dan Bali.
“Hasil analisis BMKG menunjukkan gempabumi ini memiliki parameter update dengan magnitudo M5,3. Episenter gempabumi terletak pada koordinat 7,87° LS ; 114,45° BT, atau tepatnya berlokasi di laut 40 km timur laut wilayah Banyuwangi, Jawa Timur pada kedalaman 12 km,” kata Daryono seperti yang ditulis rilis Kamis (25/9).
Dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenternya, kata Daryono, gempabumi yang terjadi merupakan jenis gempabumi dangkal akibat adanya aktivitas sesar aktif.
“Gempabumi ini berdampak dan dirasakan di daerah Banyuwangi, Penebel, Jember, Bondowoso, Pasuruan, Surabaya, Situbondo, Pamekasan, Mataram, Lombok Barat,” katanya.
Di sampaikan jika setiap daerah memiliki skala intensitas yang berbeda. Gempabumi ini berdampak dan dirasakan di daerah Banyuwangi, Penebel dengan skala intensitas IV MMI (Bila pada siang hari dirasakan oleh orang banyak dalam rumah ), daerah Lumajang, Kuta, Denpasar, Buleleng dengan skala intensitas III MMI ( Getaran dirasakan nyata dalam rumah. Terasa getaran seakan akan truk berlalu ), daerah Jember, Bondowoso, dengan skala intensitas II-III MMI ( Getaran dirasakan nyata dalam rumah. Terasa getaran seakan akan truk berlalu ), daerah Pasuruan, Surabaya, Situbondo, Kuta Selatan, Pamekasan, Mataram, Lombok Barat dengan skala intensitas II MMI ( Getaran dirasakan oleh beberapa orang, benda-benda ringan yang digantung bergoyang ).
“Dengan hasil pemodelan ini menunjukkan bahwa gempabumi ini tidak berpotensi tsunami,” ungkap Daryono. Hingga pukul 16.40 WIB, hasil monitoring BMKG menunjukkan adanya 5 aktivitas gempabumi susulan dengan magnitudo terbesar M3.3.
Daryono menghimbau kepada masyarakat agar tetap tenang dan tidak terpengaruh oleh isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. “Agar menghindari dari bangunan yang retak atau rusak diakibatkan oleh gempa. Periksa dan pastikan bangunan tempat tinggal cukup tahan gempa, ataupun tidak ada kerusakan akibat getaran gempa yang membahayakan kestabilan bangunan sebelum kembali ke dalam rumah,” kata Daryono. (ndi)