Aktual.co.id – Mantan komunikasi digital Melody Glas menceritakan bagaimana perasaannya ketika memutuskan keluar dari pekerjaannya untuk menjadi seorang penulis lepas.
Semula dia merasa biasa meninggalkan pekerjaan yang digelutinya tersebut. Namun yang terjadi justru bergumul dengan ketakutan akan kegagalan.
“Ketakutan yang mengganggu adalah penilaian publik, ketidakpastia keuangan, takut mengecewakan keluarga. Bertahun tahun saya meredam ketakutan tersebut sambil menanyakan apakah keputusan tersebut sudah benar,” katanya
Sementara, selama bertahun – tahun dirinya juga mendorong teman – temannya untuk mengejar impian selama ini. Namun, ketika hal yang sama menimpa dirinya, rasa ketakutan menyelinap di dalam hatinya.
Dia mengatakan, banyak yang tetap bekerja di tempat yang tidak disukai, namun tetap bertahan demi keuangan yang stabil. “Rasa takut gagal adalah emosi kuat yang sering kali muncul dari pengalaman awal,” katanya.
Momen-momen ini terukir dalam pikiran semua orang, sehingga menciptakan keyakinan seperti “Jika gagal, itu berarti tidak kompeten” atau “Orang akan menghakimi jika saya tidak berhasil.”
Dalam sebuah penelitian, para peneliti menemukan bahwa seseorang yang menunjukkan rasa takut yang tinggi terhadap kegagalan cenderung menghindari tugas-tugas yang menantang.
“Hal ini karena menghindari ketidaknyamanan emosional akibat kemungkinan tidak berhasil. Siklus penghindaran inilah yang membuat seseorang terkunci dari peluang-peluang yang mengarah pada keberhasilan,” ungkapnya.
Di satu sisi, merasa terkekang dan tidak bersemangat dengan kehidupan korporat, di sisi lain ingin mencoba kesempatan lain sesuai selera diri. Artinya, meninggalkan pekerjaan berarti melangkah ke wilayah yang tidak dikenal tanpa hasil yang pasti.
Untuk mengatasi hal ini Melody Glas memecah tugas yang diberikan kepada dirinya. Dirinya memulai menulis buku dengan deadline yang ditargetkan sendiri, yakni menulis selama tiga puluh menit sehari.
Setelah terbiasa, maka durasi pekerjaan ditambah menjadi satu jam per hari. Kemudian membagikan karyanya kepada teman untuk mendapatkan umpan balik.
Kali pertama mengajukan artikel ke sebuah penerbitan, dirinya sempat gemetar karena takut tertolak. Di tengah ketakutan tersebut tiba-tiba, artikelnya diterima. Namun, jika naskahnya tidak diterima pun, dirinya akan belajar tentang cara menyempurnakan cara pendekatan.
Rasa takut gagal sering kali menakutkan daripada kegagalan itu sendiri. Kadang antara ketakutan dengan fakta lapangan, jauh lebih mengganggu ketakutan yang ada di dalam benak dirinya.
Hal yang paling penting adalah mengubah pola pikir. Terkadang, butuh bantuan untuk mengubah pola pikir ke tingkat yang lebih dalam. “Sebagian besar ketakutan terkait dengan batasan yang dibuat sendiri,” ungkapnya.
Tidak harus menghilangkan rasa takut sepenuhnya. Jadikan rasa takut untuk memotivasi. Tujuannya mengelola serta membingkai kembali agar menjadi kekuatan untuk diatasi. (ndi)
