Aktual.co.id – Terkait tuntutan warga Kabupaten Pati agar Bupati Pati Sudewo mengundurkan diri akibat menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebesar 250%, pengamat Hukum Tata Negara Universitas Negeri Surabaya Dr Hananto, MH, mengatakan bahwa pemerintah bisa menggunakan Pasal 76 ayat (1) UU no 23 tahun 2014 tentang larangan kepala daerah.
“Namun untuk menetapkan atau memberhentikan kepala daerah harus melalui penyelidikan dari DPRD yang disebut hak angket,” ungkapnya secara tertulis.
Menurutnya, kebijakan Bupati Pati yang menaikkan PBB sebesar 250% bisa dibicarakan secara baik. Karena untuk menaikkan PBB merupakan kewenangan bupati. “Namun bupati malah menantang masyarakat sehingga direspon masyarakat dalam bentuk demonstrasi,” katanya.

Sikap bupati inilah, menurut Hananto, bisa dikategorikan kebijakan yang meresahkan masyarakat. Pernyataan Bupati Sudewo yang menyatakan dirinya tidak bisa diberhentikan karena dipilih secara konstitusional adalah pernyataan keliru.
“Meskipun dia dipilih secara konstitusional. Maka dia juga bisa diberhentikan secara konstitusional,” ungkapyna. Salah satunya dengan kebijakannya meresahkan masyarakat. Hal ini bisa dibuktikan dengan adanya demo bentuk manifestasi dari kemarahan masyarakat Pati.
“Namun DPRD tidak bisa langsung memberhentikan Sudewo, karena DPRD harus melakukan penyelidikan melalui kewenangan hukum yang dimilikinya yakni melalui hak angket,” pungkasnya. (ndi)