Aktual.co.id – Anggaran tahun 2025 ini direncanakan tahun 2024 pada zamannya Presiden Joko Widodo, yang targetnya berbeda dengan Presiden Prabowo. Misalkan delapan citanya Presiden Prabowo, dikaitkan dengan ketahanan pangan. Sebenarnya apa yang diajukan oleh Presiden Prabowo program Makan Bergizi Gratis bagus, mengacu beberapa negara lain sukses seperti Jepang, sehingga harapannya ketercukupan gizi bisa dicapai.
Pertanyaan, apakah support anggaran zaman Presiden Joko Widodo ke rezim Presiden Prabowo. Inilah yang masih diutak atik oleh Presiden Prabowo. Apa yang disebut dengan efisiensi pasti masing – masing punya subyektifitas. Efisiensi Presiden Prabowo sudah dijanjikan untuk kebutuhan makan bergizi gratis. Sehingga konsekuensi yang diterima oleh rezim Presiden Prabowo harus menyediakan anggaran untuk makan bergizi gratis.
Sementara di zaman Presiden Joko Widodo belum disiapkan makan bergizi gratis, melainkan disiapkan pembangunan Ibu Kota Nusantara. Akibatnya, pada rezim Presiden Prabowo dua kebutuhan tersebut harus terpenuhi, yakni makan bergizi gratis dan pembangunan IKN.
Efisiensi ini bentuk konsekuensi program pemerintah dengan kebutuhan pembangunan yang menyedot banyak anggaran. Istilahnya banyak keinginan namun ketersediaan anggaran yang terbatas. Berbeda dengan negara seperti Brunai Darrusalam yang duitnya berlimpah sehingga semua kebutuhannya bisa dipenuhi oleh pemerintah. Dan jumlah penduduk yang sedikit memungkinkan budget pemerintah dapat menutupi keperluan penduduk.
Apakah dengan efisiensi ini bisa berpengaruh pada pelayanan publik ? Pemerintah masih mengevaluasi sehingga masih didiskusikan bagaimana pola efisensi di tingkat kementrian. Apakah muncul ada pendanaan yang lain, misalnya target pertumbuhan 8 %, biasanya APBNP pada bulan Juli dan Agustus, tpi ini sudah di depan, karena tuntutan yang dicita citakan oleh pemerintah Prabowo – Gibran.
Target efisiensi ini belum siap karena ada yang tiba tiba kementrian menjadi kementrian sultan. Misalnya Lembaga Ketahanan Pangan, duitnya menjadi berlimpah di sana. Tapi ada kementrian yang tiba – tiba dipotong Rp 81 triliun, padahal di kementrian tersebut memperkerjakan 40 ribu orang. Karena terjadi ketertimpangan anggaran maka masih disisir oleh kementrian.
Efisiensi ini belum menyangkut dana transfer daerah. Jika daerah dipotong, pemerintah daerah akan marah, karena membelanjakan kegiatan permodalan di daerah tersebut. Pemerintah daerah bahkan tingkat desa ikut bingung menyusun anggaran pasca program efisiensi yang dicanangkan oleh Presiden Prabowo ini.
Saat ini di tingkat pemerintah desa ikut terpengaruh efisiensi sehingga melakukan perhitungan ulang gara – gara program efisiensi ini. Jadi begitu efisiensi dikaitkan dengan kementrian dan lembaga juga dipotong, maka di desa desa ikut terpengaruh.
Investasi secara global bergerak secara dinamis, karena pasar saham apalagi dengan kripto. Sepanjang pemerintah daerah tidak kreatif makan pemerintah daerah harus menelan pil pahit dari program efisiensi ini. Negara Equador, negera tersebut menggunakan bisnis kripto. Gara – gara presidennya berani mengambil kripto. Apakah bupati dan walikota berani menggunakan kripto, apakah undang – undang memayungi regulasi tersebut. Jangan jangan terkena jeratan hukum.
Contoh negara yang pernah melakukan penghematan ada Equador. Saking berhematnya pemerintah Equador, banyak investor yang takut menanam modal di sana Akhirnya pemerintah berani mengambil risiko dengan mengambil kripto untuk menutup kebangkrutan negaranya. Dan akhirnya berhasil keluar dari jeratan hutang yang pernah melilit negara tersebut.
Sebenarnya penghematan dan efisiensi ini dilarang oleh IMF, dengan menggunakan logika, di mana daya beli masyarakat menurun maka pemerintah tidak boleh berhemat. Ketika daya beli turun dan pemerintah melakukan penghematan bisa mengakibatkan kerugian bersama. Teorinya, ketika rakyatnya terjadi penurunan ekonomi maka negara harus kaya. Nah cara untuk mencapai kaya seperti apa, perlukah hutang, inilah yang selalu menjadi perdebatan selama ini.
Oleh Dr. Haryono, SE., M.Si – Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Bhayangkara Surabaya